Tuesday, May 30

Betawi, Metaverse & Perubahan Iklim

Betawi. Jakarta yang kita sayangi dan banggakan dengan sejuta problematikanya ini sekarang memerlukan bukti yang lebih dalam lagi dan lebih kuat sebagai pertanda begitu kita mencintai dan masih ada doa yang positif untuk kota yang menyimpan banyak cerita ini.

Dari asal muasal nama Betawi saja sudah mempertandakan bahwa kota ini ada beberapa versi dan sandaran dari asal nama seperti Betawi bisa dari arti “pitawi” atau larangan, lalu sebutan untuk giwang dari Bahasa Melayu, bisa juga ejaan orang pribumi menyebut Batavia, atau bahkan untuk sebuah nama pohon.

 Dari sini saja, kita sebenarnya maklum dan sangat siap dengan apapun yang terjadi dan menjadi sebuah konsekuensi logis karena menjadi sebuah ibukota dari negara besar yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau.

Lantas, bagaimana Betawi menanggapi dan menghadapi era metaverse yang kini sudah ada di depan mata?

Metaverse dipopulerkan dan di kampanyekan serta di buktikan dengan kinerja yang super-progres oleh pembuat facebook: Mark Zuckerberg dengan jangkauan informasi dan dampak info atau produk sejumlah tiga miliar manusia di seluruh dunia.

Kita sebenarnya sudah menjalani dan masuk secara perlahan di dunia meraverse ini. Bagaimana adanya dunia virtual yang dapat  memungkinkan para pengguna untuk terhubung satu sama lain, kemudian berkomunikasi, bekerja, bermain, atapun berinteraksi seperti di dunia nyata.

Metaverse adalah konsep dunia virtual yang dapat dimiliki dan diisi dengan berbagai hal dan aktivitas yang beragam seperti dunia nyata.

Konsep tersebut merupakan gabungan dari beberapa elemen teknologi, antara lain virtual reality (VR) dan augmented reality (AR).

 

Bukankah di era pandemi selama dua tahun kemarin, kegiatan rapat-rapat kita digelar secara daring, bekerja banyak dari rumah atau remote working, dan terhubung secara daring dengan tim kerja hingga pelajar dan mahasiswa yang belajar dalam online class?

 

Ini Adalah Sebagian contoh dari konsep metaverse.

Betawi, metaverse dan perubahan iklim adalah tiga kalimat yang saling terhubung dan terdampak antara satu dengan lainnya.

Sudah pasti, Betawi sebagai posisi yang paten sejak tahun 1621, Stad Batavia sampai di pemerintahan republik dengan Presiden pertama sudah berani membuka diri, membaur dan dengan segala kekurangannya tetap dengan gagah menunjukkan bahwa ia mampu menjadi penyejuk, pamomong bagi seluruh warga nusantara lainnya, beda suku, agama dan ras nyaman di ibukota ini.

Iklim dan tatakota  Jakarta tentu sudah sangat jauh berbeda dari awal era kerajaan berdiri, pemerintah Belanda dan di periode global ini.

Di zaman Belanda tatakota, system pengairan dan lainnya belum begitu terdampak dengan limpahan padatnya penduduk atau ekses dari revolusi industri secara umum di dunia.

Di tahun 1960an akhir saja, sungai-sungai di tengah kota Jakarta masih bening dan belum tercemar seperti sekarang.

Kenaikan suhu Jakarta dan bumi secara umum terjadi sangat cepat. Bahkan wilayah Jakarta turun empat sampai 18 sentimeter tiap tahunnya. Penurunan paling parah terjadi di Jakarta Utara, yaitu sekitar 18 sentimeter tiap tahunnya.

Perubahan iklim terjadi secara jangka Panjang yang terindikasi dari parameter iklim. Sebab-sebab utamanya antara lain seperti pemanasan global yang terjadi karena aktivitas manusia atau faktor antropogenik dan juga alamiah.

Metaverse secara sederhana ditawarkan sebagai  salah satu upaya mitigasi yang dapat mengurangi emisi karbon dan keborosan sumber daya yang lain, meski hari sampai hari belum terlalu signifikan.

Industri internet dan sektor informatika perlu dicatat bukan sebagai penghasil emisi terbesar. CO2 juga terbukti turun karena perubahan perilaku manusia di bidang ekonomi terutamanya, yang awalnya  dari teknologi konvensional ke digital.

Secara ringkas beberapa keunggulan dari metaverse sekaligus mengurangi dampak kerusakan tata kota dan tata kelola lingkungan seperti dengan metaverse di Jakarta kita bekerja tidak memerlukan kantor fisik lagi. Otomatis ada efisensi di tenaga fosil karena berkurangnya penggunaan listrik dan air.

Emisi gas rumah kaca juga berkurang karena kita sudah tidak menggunakan bahan bakar minyak untuk bepergian ke gedung fisik atau kantor tadi dan yang terakhir ialah adanya kebiasaan digital atau administrasi digital yang memungkinkan kita sudah tidak menggunakan kertas lagi, dan pohon-pohon akan tetap terjaga dan berfungsi utuh seperti semula?

Inilah catatan pertama saya, pembukaan awal untuk kaitan kota kita tercinta, teknologi metaverse dan perubahan iklim.

Di catatan dan reflektif Betawi vision saya selanjutnya akan saya lengkapi lagi dengan tantangan  atau kekurangan di era metaverse untuk perubahan iklim serta terbantunya sektor UMKM sekaligus hambatan-hambatan yang perlu di urai dan dicari solusinya agar kesejahteraan dan keberkahan untuk kita semua bisa tercapai.

 

%d bloggers like this: